Kala
itu mungkin mentari sedang lelah menyinari hari-hari, atau mungkin bulan enggan
memantulkan cahayanya, bintangpun entah kemana sinar kecilnya, pelangi hanya
satu warna. Malaikat itu terbang sendiri membawa salah satu sepatunya yang
basah oleh air hujan yang sedari tadi mengguyur disertai petir. Yah hari yang
membosankan dan mengerikan.
Apa
yang bisa kamu lakukan? Sebagai manusia yang dengan mudahnya mencintai, sebagai
lelaki yang dengan mudahnya mengumbar janji, atau sebagai wanita yang tak
henti-hentinya merayu. Bisa apa kau memperbaiki dunia ini. Malaikat itu mulai
menangis ditepi danau buatan masyarakat desa. Sepatunya entah kemana lagi. Oh malaikat,
sayapnya sudah tidak lagi utuh. Bulu putihnya ternodai oleh cipratan jalanan
tanah yang dilindas ban mobil, sayap satunya robek terkena ranting pohon yang
belum lama ini terbakar akibat tersambar petir.
Aku
mengenal air mata itu, air mata yang sering keluar terdesak perihnya himpitan luka.
Menetes perlahan tak ubahnya gerimis pagi hari, tertutup lebatnya kabut. Wajah itu
tak terlihat lagi. Tapi bisa kulihat tangan malaikat itu gemetaran dan penuh
darah. Satu tatto ditangannya dengan simbol kupu-kupu tampak lusuh, tidak cocok
lagi dengan kulitnya yang semakin pucat. Malaikat itu masih saja menangis
tersedu-sedu.
Aku
ingin bertanya mengapa dia ada disini? Didunia yang kian tak jelas keadaannya. Tapi
aku takut, tatapannya saat menangis seakan memiliki amarah yang bisa keluar kapan
saja. Tapi rasa penasaranku lebih berani daripada rasa takutku kepada pemilik
mata biru emerald itu.
Kujulurkan
tanganku, memberikan sapu tangan kuning yang lebih lusuh dari baju gembalaku. Malaikat
itu menoleh tanpa ekspresi, tangannya yang gemetaran meraih sapu tanganku. Aku yakin
malaikat itu tidak bisa berbicara. Astaga Tuhan, dia seorang malaikat! Tetapi mengapa
banyak sekali kekurangan didalam dirinya? Dia bahkan sudah tidak enak lagi
dilihat!
“Kau
didunia? Apa tempat malaikat memang didunia?” kataku perlahan. Walaupun aku
tahu malaikat itu tidak bisa berbicara tetapi aku masih berharap malaikat itu
akan menjawab pertanyaanku walaupun dengan anggukan ataupun gelengan.
Semenit,
dua menit berlalu. Malaikat itu tidak melakukan apa-apa. Akhirnya dia
memandangku dengan mata besarnya yang layu. Tangan kurus dan pucatnya bergerak
pelan menelusuri tanah coklat yang basah akibat hujan. Aku tak tahu apa yang
dilakukannya. Aku berharap malaikat itu menjelaskan sesuatu kepadaku. Yang kutau
dengan pikiran terkuatku malaikat itu mulai membuat garis-garis gambaran dengan
kuku kotornya. Aku berusaha memahami sepenuhnya.
Sekitar
tujuh tahun yang lalu, Tuhan mengutus malaikat itu untuk menjadi malaikat penjaga
dengan menjaga seorang anak laki-laki yang lucu..
Aku
semakin bingung dengan arah perkataannya. Benar-benar tidak sesuai dengan
pertanyaan pertama yang kuajukan. Sebentar.. aku hanya mengajukan satu
pertanyaan kepada malaikat itu. Kupegang bahu malaikat yang masih terisak itu,
perlahan hawa dingin dan panas mulai merambatiku. Aku mulai terbawa dengan
dunia yang malaikat itu maksud. Aku seakan dihembus sang waktu kedalam kejadian
itu.
Lelaki
manis itu seperti laki-laki pada umumnya. Dia senang bermain bola dan bukan
boneka barbie. Tiap pagi ibunya selalu menemaninya berangkat sekolah. Lelaki kecil
itu dapat melihat malaikat penjaganya. Setiap hari malaikat itu selalu setia
menemaninya kemanapun lelaki itu pergi, apapun keadaan lelaki itu.
Aku
benar-benar tidak mengerti maksud malaikat ini. kalau dia memang ingin
bercerita dan tidak menjawab pertanyaanku biar saja. Aku mulai merasa kesal..
Seiring
berjalannya waktu lelaki itu tumbuh besar. Wajahnya yang putih, rahangnya yang
kotak dan hidungnya yang mancung memperindah dirinya. Malaikat itu masih sering
menemaninya, malaikat itu wajahnya sama saja. Tidak berubah, tidak tambah tua. Tapi
mengapa dia bisa tampak layu seperti itu? Seperti bunga mawar yang semakin
menghitam.
Prak!
Aku terkejut. Didalam dunia malaikat itu, aku melihat lelaki itu berusaha
melempari sang malaikat dengan berbagai benda. Lelaki itu terlihat marah. “Apa
yang kamu lakukan?! Aku sudah tidak membutuhkanmu! Pergilah kau! Gara-gara kamu
diriku sekarang hancur!”
Apa
maksud semua ini?! Bukannya malaikat itu adalah malaikat penjaga? Tetapi mengapa
lelaki itu mengatakan bahwa malaikat itu telah menghancurkan hidupnya? Belum sempat
rasa penasaranku terjawab malaikat itu mendekati lelaki yang dijaganya. Dia berusaha
mengatakan sesuatu, tapi dia masih tidak bisa berbicara. Tubuhnya terlihat
semakin rapuh. Akhirnya, dengan kekuatan terakhirnya yang kuketahui dari
kalungnya yang semakin pudar dia menunjuk sebuah bola kaca yang terletak diatas
meja belajar lelaki itu. Dan dengan satu sinar malaikat itu menghilang.
Aku
masih saja terperangkap didalam kamar lelaki itu. Tatapan amarahnya seakan
sudah separo terbawa derasnya arus sungai. Dihampirinya bola kaca itu, entah
kenapa bola itu tiba-tiba bersinar. Dan aku mendengar suara yang membuat lelaki
itu terpana.
“Aku
tahu sudah lama aku menjagamu, aku juga tahu sudah berapa lama aku mengenal
dirimu. Tapi yang aku pasti tahu, sejauh ini kamu benar-benar tidak mengenalku.
Maafkan aku jika aku merusak kehidupanmu. Maaf aku sudah tidak bisa menjagamu,
karena Tuhan tahu aku teah menyalahgunakan kehendakNya. Selama ini aku
melindungimu dengan sepenuh kasih sayangku, tetapi kini kusadari aku sendiri tidak
punya semangat tanpamu. Karena akhirnya aku tahu bahwa aku mencintaimu. Tapi
aku tahu malaikat hanya bertugas untuk menjaga, tidak bisa mencintai bahkan
dicintai. Maaf”
Aku
diombang-ambingkan dalam lautan longitudinal yang entah tak berujung. Akal sehatku
belum bisa menerima kenyataan tadi dan aku tidak tahu aku harus bagaimana. Bagaikan
tersentak aku tersadar, aku melihat mata malaikat itu mulai keruh dan sesaat
dia terisak.
Aku
tak tahu harus bagaimana. Aku berdiri dan berjalan menjauhi malaikat yang
semakin sedih itu. Malaikat itu telah dibuang oleh Tuhan kedunia karena
melalaikan tugasnya. Aku kini tahu, sebagai manusia kita dengan mudahnya bisa
mencintai dan dicintai. Kubiarkan sapu tanganku dengan malaikat itu. Biarlah dia
sendiri. Aku tahu malaikat hanya bertugas untu menjaga, bukan mencintai apalagi
dicintai. -mth
Tidak ada komentar:
Posting Komentar