Mari
sayang kuceritakan lagi kisah tentangmu, yang tidak akan pernah mati di dalam tulisanku.
Kemarin
kamu memutuskan untuk memilih pergi, menyerah dengan keadaan yang tidak bisa
kamu dan aku tangani. Menolak untuk mempertahankan satu pilihan dan membiarkan
diri terombang-ambing pada pilihan yang seharusnya mampu kamu pilih. Aku tak
apa, kukira. Aku kuat didepanmu karena aku menghargai keputusan yang kamu buat
untuk dirimu sendiri.
Sayang,
kita sama-sama telah dewasa. Kita mampu menentukan jalan yang kita pilih
walaupun pada akhirnya kita pun tahu bahwa bersama bukanlah jalan yang kita
pilih. Aku menyayangkan keputusanmu untuk tetap bertahan pada ketidakpastian
antara aku dan dia.
Jika
aku adalah badai, biarlah aku mereda sendiri. Aku nyaman melihatmu berlayar di
samudra luas yang tenang dan bahagia disana. Aku tidak ingin merusakmu dengan
badai diriku sendiri, mengombang-ambingkan emosimu dengan emosiku yang tidak
dapat kukontrol.
Akhirnya
kamu memilih pergi.
Sulit
bagiku untuk meyakinkan diriku bahwa ini benar-benar sudah berakhir. Tidak seperti
yang lalu bahwa hanya butuh beberapa hari sehingga aku bisa kembali menikmati
senyummu. Sayang, ini sudah berakhir. Tidak ada lagi kesempatan untuk kita
berdua. Aku belum bisa menerimanya.
Aku
merindukanmu.
Secepat
ini.
Dan
Sesakit
ini.
Aku
bukanlah orang yang tahan dengan rasanya sakit hati. Aku bahkan takut untuk
menghadapi waktuku tanpa kamu yang dulu selalu saja memberiku semangat disaat
aku sedang peluh. Tapi benar, aku tidak berhak merubah keputusan yang kamu buat
demi kita dan dia. Aku, kamu, dan wanita itu.
Kamu
bilang tidak ingin melihatku menangis.
Sayang,
aku tidak akan menangis. Setidaknya didepanmu.
Biarlah
apa yang tertumpah dibelakangmu menjadi rahasiaku seorang diri. Biarlah aku
menikmati kesedihan yang kubuat atas ekspektasiku sendiri.
Sering
kukatakan kepadamu, aku tidak berani sendiri.
Tapi
sayang,
Aku
berani menghadapi kesedihan ini seorang diri. Aku lebih memilih menangis dalam
diam daripada harus melihatmu merasa bersalah jika melukaiku. Aku terluka. Setidaknya
ini pernah kurasakan dulu. Dan jika hati ini telah robek, aku dulu pernah
belajar bagaimana cara menjahitnya kembali. Walaupun aku tahu waktu tidaklah
cepat.
Sayang,
sering kudengar kamu mengatakan mengapa waktu berjalan sangatlah cepat.
Pernahkah
kau merasakan waktu yang dirasakan orang yang sedang patah hati? Bahkan satu
menit pun terasa sesak untuk dijalani.
Aku
merindukanmu.
Aku
merindu pelukmu yang menenangkanku, aku merindu suaramu yang mampu menghela
nafasku semakin dalam. Aku merindukan hadirmu disisiku.
Sadarkan
aku.
Ini
sudah berakhir katamu.
Bahkan
usahaku untuk membuatmu kembali tidak akan berhasil.
Jika
kamu membaca ini, ajaklah aku berdua denganmu. Biar kuceritakan dengan detail
bagaimana perasaanku. Ajaklah aku. Akan kusanggupi.
Sebelum
kita benar-benar menjadi dua mahluk asing yang tidak pernah saling mengenal dan
bertingkah seolah tidak memiliki masa lalu bersama. Sebelum waktu nanti
akhirnya menghapus kita dari catatan dua orang yang pernah memadu kisah. Sebelum
akhirnya nanti aku merelakanmu dan menerima keputusanmu dengan baik. Sebelum aku
dan kamu benar-benar selesai.
Ajaklah
aku. Sekali saja.
-mth
Tidak ada komentar:
Posting Komentar