Visitors

Kamis, 14 Desember 2017

Akhirnya Kamu Memilih Pergi

Mari sayang kuceritakan lagi kisah tentangmu, yang tidak akan pernah mati di dalam tulisanku.

Kemarin kamu memutuskan untuk memilih pergi, menyerah dengan keadaan yang tidak bisa kamu dan aku tangani. Menolak untuk mempertahankan satu pilihan dan membiarkan diri terombang-ambing pada pilihan yang seharusnya mampu kamu pilih. Aku tak apa, kukira. Aku kuat didepanmu karena aku menghargai keputusan yang kamu buat untuk dirimu sendiri.
Sayang, kita sama-sama telah dewasa. Kita mampu menentukan jalan yang kita pilih walaupun pada akhirnya kita pun tahu bahwa bersama bukanlah jalan yang kita pilih. Aku menyayangkan keputusanmu untuk tetap bertahan pada ketidakpastian antara aku dan dia.
Jika aku adalah badai, biarlah aku mereda sendiri. Aku nyaman melihatmu berlayar di samudra luas yang tenang dan bahagia disana. Aku tidak ingin merusakmu dengan badai diriku sendiri, mengombang-ambingkan emosimu dengan emosiku yang tidak dapat kukontrol.
Akhirnya kamu memilih pergi.
Sulit bagiku untuk meyakinkan diriku bahwa ini benar-benar sudah berakhir. Tidak seperti yang lalu bahwa hanya butuh beberapa hari sehingga aku bisa kembali menikmati senyummu. Sayang, ini sudah berakhir. Tidak ada lagi kesempatan untuk kita berdua. Aku belum bisa menerimanya.
Aku merindukanmu.
Secepat ini.
Dan
Sesakit ini.
Aku bukanlah orang yang tahan dengan rasanya sakit hati. Aku bahkan takut untuk menghadapi waktuku tanpa kamu yang dulu selalu saja memberiku semangat disaat aku sedang peluh. Tapi benar, aku tidak berhak merubah keputusan yang kamu buat demi kita dan dia. Aku, kamu, dan wanita itu.
Kamu bilang tidak ingin melihatku menangis.
Sayang, aku tidak akan menangis. Setidaknya didepanmu.
Biarlah apa yang tertumpah dibelakangmu menjadi rahasiaku seorang diri. Biarlah aku menikmati kesedihan yang kubuat atas ekspektasiku sendiri.
Sering kukatakan kepadamu, aku tidak berani sendiri.
Tapi sayang,
Aku berani menghadapi kesedihan ini seorang diri. Aku lebih memilih menangis dalam diam daripada harus melihatmu merasa bersalah jika melukaiku. Aku terluka. Setidaknya ini pernah kurasakan dulu. Dan jika hati ini telah robek, aku dulu pernah belajar bagaimana cara menjahitnya kembali. Walaupun aku tahu waktu tidaklah cepat.
Sayang, sering kudengar kamu mengatakan mengapa waktu berjalan sangatlah cepat.
Pernahkah kau merasakan waktu yang dirasakan orang yang sedang patah hati? Bahkan satu menit pun terasa sesak untuk dijalani.
Aku merindukanmu.
Aku merindu pelukmu yang menenangkanku, aku merindu suaramu yang mampu menghela nafasku semakin dalam. Aku merindukan hadirmu disisiku.
Sadarkan aku.
Ini sudah berakhir katamu.
Bahkan usahaku untuk membuatmu kembali tidak akan berhasil.
Jika kamu membaca ini, ajaklah aku berdua denganmu. Biar kuceritakan dengan detail bagaimana perasaanku. Ajaklah aku. Akan kusanggupi.
Sebelum kita benar-benar menjadi dua mahluk asing yang tidak pernah saling mengenal dan bertingkah seolah tidak memiliki masa lalu bersama. Sebelum waktu nanti akhirnya menghapus kita dari catatan dua orang yang pernah memadu kisah. Sebelum akhirnya nanti aku merelakanmu dan menerima keputusanmu dengan baik. Sebelum aku dan kamu benar-benar selesai.
Ajaklah aku. Sekali saja.

-mth

Tidak ada komentar:

Posting Komentar