Hai Bintang,
Mungkin ini sedikit basi jika masih saja
kutuliskan sepucuk surat untuk kau baca disela kesibukanmu yang semakin
menjadi-jadi. Tapi sempatkanlah membaca suratku ini meskipun pada akhirnya
hanya kau jadikan tatakan kopi pagimu.
Tak apa.
Perkenalkan aku, penulis surat ini.
Aku adalah seseorang yang sudah lama mengagumi
keberadaanmu dan hingga kini aku masih saja mengagumimu. Aku adalah orang yang
tak pernah berhenti mengucap syukur pada Tuhan karena telah diciptakanNya
manusia se-spesial dirimu dalam dunia ini. Aku adalah orang yang paling
menyukai warna hidupmu dan berharap kelak aku mampu menambah warna dalam
gradasi petualanganmu.
Aku adalah aku yang duduk menulis surat ini
sambil membayangkan parasmu yang elok dengan sedikit kerutan pada dahimu. Aku
adalah yang tidak pernah engkau sadari sebagai penulis cerita ini karena pada
kenyataannya aku hanya mengenalmu sebagai sosok hebat yang mampu meluluh
lantahkan hatiku dalam sekejap.
“Apa lagi yang kuingin kau tahu tentang aku?”
Aku adalah orang yang rela mengarungi malam
seorang diri hanya demi melihat sinarmu yang makin hari semakin mempesona,
bermimpi ditengah teriknya siang dan berdoa agar malam segera tiba untuk aku
dapat melihatmu.
Dan malam ini, aku menulis surat ini sembari
melihatmu.
Bintang.
Bintang, kamu adalah sosok hebat yang selalu
kubanggakan dalam doaku dengan Tuhan. Kamu adalah salah satu alasanku betah
merengek-rengek pada Tuhan agar bisa kujumpai dirimu dalam hidupku. Kamu adalah
mimpiku yang selalu ingin kutemui dan tidak ingin kutinggalkan.
Kamu berarti.
Setiap lekuk garis wajahmu sempurna seperti
pesanku pada Tuhan.
“Aku ragu Bintang, apakah kamu nyata?”
Kamu yang selalu tersenyum kepada siapa saja
seolah bangga memamerkan deretan gigimu dan bibir mungilmu. Kamu yang selalu
menyipitkan matamu dan membuat kedua alis indahmu bertaut menjadi satu. Kamu yang
selalu melambaikan tanganmu dan merangkul teman-teman disekelilingmu dengan guyonan receh sekedar untuk menggelak
tawa mereka.
Bintang, kamu yang membawa banyak kebahagiaan.
Kini Bintang,
Aku ingin menceritakan kisah sedihku padamu. Aku
harap kamu mengerti dan memahami alasanku menulis surat ini.
Bintang, jangan lupa jika kamu adalah orang yang
selalu mahir menempatkan posisi pada orang-orang yang membutuhkan nasehatmu. Sekarang
aku membutuhkan itu. Aku membutuhkanmu memberikanku nasehat mengenai kamu.
Dear
Bintang,
“Bintang
aku mengagumimu.”
“Aku
memimpikanmu.”
“Aku
tidak ingin kehilangan kamu.”
“Aku
ingin tetap berada disampingmu.”
“Aku
m-e-n-c-i-n-t-a-i-m-u.”
Bintang, jangan pernah kamu bertanya kepadaku
apa alasanku mengucapkan kata demikian. Aku tidak tahu jawabannya.
Tolong bantu aku.
Aku sudah berusaha menganggap kata-kata itu
hanyalah kiasan untuk menggambarkan betapa mudahnya kamu kuterima dalam hidupku
hingga akhirnya menjadi candu.
Bintang sudah kubilang jangan, tapi “mengapa”
selalu menjadi kata favoritmu.
Bintang, jangan pernah sekali lagi kamu bertanya
padaku mengenai alasan. Aku tidak punya alasan.
Tidak punya jika hanya satu alasan.
Bintang,
“Aku
mengagumimu.”
Cukup aku mengagumimu. Bahkan tanpa akupun kamu
memang bisa menjadi pribadi yang akan dikagumi banyak orang. Kamu istimewa
Bintang. Kamu bahkan bisa dengan mudahnya memberikan pesonamu dan membuat
banyak orang sadar akan keberadaanmu yang mengagumkan. Aku salah satu
korbannya. Aku kagum dengan cara berfikirmu, aku kagum dengan caramu mengambil
keputusan, aku kagum dengan sikap santaimu, aku kagum dengan sikap optimismu
dan pikiran positifmu. Aku mengagumimu.
“Aku
memimpikanmu.”
Sudah kubilang Bintang, inilah bagian terindahku
malam-malam saat kulihat dirimu dibalik kelopak mataku yang terlelap. Kamu begitu
bersinar ditengah gelapnya lautan sorot mata gelapku. Tapi Bintang, akhir-akhir
ini aku benci memimpikanmu. Tidak ada lagi aku didalam mimpiku. Kenapa kamu
menyertakan sosok lain dan begitu saja masuk dalam dunia mimpiku? Bintang, ini
mimpiku. Aku seperti terombang-ambing dalam dunia yang tidak kumengerti, aku
menjerit menangis dalam mimpiku dan bangun dengan mata basah setiap pagi. Bintang,
aku rindu memimpikanmu seperti dulu.
“Aku
tidak ingin kehilangan kamu.”
Aku rasa aku tidak pantas mengucapkan hal ini
karena pada kenyataannya aku tidak memilikimu utuh. Tapi Bintang, kamu milikku.
Aku yang menikmati sinarmu, aku yang melukis lekuk tubuhmu, aku yang
memilikimu. Katakan saja aku menempatkanmu dalam angkasaku sendiri,
membiarkanmu bermain-main dalam ruang imajinasiku. Mempersilakanmu mengkontrol
semua isi pikiran dan mauku. Entah kamu milikku, atau justru aku milikmu. Aku tidak
mau tahu. Aku hanya tidak ingin melihatmu pergi dan tersungkur seorang diri
saat kehilangan kamu.
Bintang jangan pergi.
Aku masih ingin menikmati indahmu dalam hidupku.
Aku benar-benar tidak ingin kehilangan kamu.
Bintang.
“Aku ingin
tetap berada disampingmu.”
Aku ingin mengusap peluh sedih dan bahagiamu. Aku
ingin terus melihatmu tertawa dan beradu canda denganku. Aku tidak ingin
berhenti mendengar gelak tawamu yang menggelitik telingaku tiap aku
mendengarnya. Aku ingin kamu tetap berada disampingku. Atau aku yang selalu ada
disampingmu dimanapun kamu berada. Bintang, simpanlah aku. Sembunyikan aku
namun rawatlah aku.
Aku tahu kelak tanpa aku ataupun kau sadari,
saat kita belum siap dunia memaksa untuk berubah. Mau tidak mau aku dan kamu
harus siap menerima keadaan. Bintang, aku dan kamu tidak bisa bersatu
selamanya. Tapi aku hanya ingin tetap berada disampingmu. Kelak jangan memaksa
keadaan jika pada akhirnya kita tidak bisa beriringan. Selagi sempat Bintang,
aku ingin tetap berada disampingmu.
“Aku
m-e-n-c-i-n-t-a-i-m-u.”
Cukup sampai disini Bintang. Aku tidak memiliki
alasan untuk kata-kata ini. Bahkan aku tidak mengerti mengapa bisa kurasakan
hal ini. Tapi aku senang mampu mencintaimu. Bukankah banyak orang melakukan hal
yang sama padamu. Mencintaimu.
Aku tidak ingin membahas bagian terakhir. Pada nyatanya
aku sendiri tidak mengerti arti dari kata-kata itu Bintang. Mungkin itu
hanyalah kata yang paling tepat untuk saat ini menggambarkan seluruh isi
diriku.
Bintang, suratku masih panjang. Tapi aku tahu
kamu lelah dan kopimu mulai dingin. Bintang tetaplah kamu menjadi Bintangku
yang selalu bersinar dan memancarkan siapa dirimu. Tetaplah jadi dirimu yang
mampu membuatku terseok-seok mengejarmu dan mendambamu.
Sebelum kamu menutup surat ini dan melanjutkan
harimu yang indah, aku ingin kamu tahu satu hal.
Bintang, hari ini aku sedang cemburu.
-mth
Tidak ada komentar:
Posting Komentar