Visitors

Minggu, 10 Desember 2017

Surat untuk Bintang

Hai Bintang,
Mungkin ini sedikit basi jika masih saja kutuliskan sepucuk surat untuk kau baca disela kesibukanmu yang semakin menjadi-jadi. Tapi sempatkanlah membaca suratku ini meskipun pada akhirnya hanya kau jadikan tatakan kopi pagimu.
Tak apa.
Perkenalkan aku, penulis surat ini.
Aku adalah seseorang yang sudah lama mengagumi keberadaanmu dan hingga kini aku masih saja mengagumimu. Aku adalah orang yang tak pernah berhenti mengucap syukur pada Tuhan karena telah diciptakanNya manusia se-spesial dirimu dalam dunia ini. Aku adalah orang yang paling menyukai warna hidupmu dan berharap kelak aku mampu menambah warna dalam gradasi petualanganmu.
Aku adalah aku yang duduk menulis surat ini sambil membayangkan parasmu yang elok dengan sedikit kerutan pada dahimu. Aku adalah yang tidak pernah engkau sadari sebagai penulis cerita ini karena pada kenyataannya aku hanya mengenalmu sebagai sosok hebat yang mampu meluluh lantahkan hatiku dalam sekejap.
“Apa lagi yang kuingin kau tahu tentang aku?”
Aku adalah orang yang rela mengarungi malam seorang diri hanya demi melihat sinarmu yang makin hari semakin mempesona, bermimpi ditengah teriknya siang dan berdoa agar malam segera tiba untuk aku dapat melihatmu.
Dan malam ini, aku menulis surat ini sembari melihatmu.
Bintang.
Bintang, kamu adalah sosok hebat yang selalu kubanggakan dalam doaku dengan Tuhan. Kamu adalah salah satu alasanku betah merengek-rengek pada Tuhan agar bisa kujumpai dirimu dalam hidupku. Kamu adalah mimpiku yang selalu ingin kutemui dan tidak ingin kutinggalkan.
Kamu berarti.
Setiap lekuk garis wajahmu sempurna seperti pesanku pada Tuhan.
“Aku ragu Bintang, apakah kamu nyata?”
Kamu yang selalu tersenyum kepada siapa saja seolah bangga memamerkan deretan gigimu dan bibir mungilmu. Kamu yang selalu menyipitkan matamu dan membuat kedua alis indahmu bertaut menjadi satu. Kamu yang selalu melambaikan tanganmu dan merangkul teman-teman disekelilingmu dengan guyonan receh sekedar untuk menggelak tawa mereka.
Bintang, kamu yang membawa banyak kebahagiaan.
Kini Bintang,
Aku ingin menceritakan kisah sedihku padamu. Aku harap kamu mengerti dan memahami alasanku menulis surat ini.
Bintang, jangan lupa jika kamu adalah orang yang selalu mahir menempatkan posisi pada orang-orang yang membutuhkan nasehatmu. Sekarang aku membutuhkan itu. Aku membutuhkanmu memberikanku nasehat mengenai kamu.

Dear Bintang,
“Bintang aku mengagumimu.”
“Aku memimpikanmu.”
“Aku tidak ingin kehilangan kamu.”
“Aku ingin tetap berada disampingmu.”
“Aku m-e-n-c-i-n-t-a-i-m-u.”

Bintang, jangan pernah kamu bertanya kepadaku apa alasanku mengucapkan kata demikian. Aku tidak tahu jawabannya.
Tolong bantu aku.
Aku sudah berusaha menganggap kata-kata itu hanyalah kiasan untuk menggambarkan betapa mudahnya kamu kuterima dalam hidupku hingga akhirnya menjadi candu.
Bintang sudah kubilang jangan, tapi “mengapa” selalu menjadi kata favoritmu.
Bintang, jangan pernah sekali lagi kamu bertanya padaku mengenai alasan. Aku tidak punya alasan.
Tidak punya jika hanya satu alasan.
Bintang,
“Aku mengagumimu.”
Cukup aku mengagumimu. Bahkan tanpa akupun kamu memang bisa menjadi pribadi yang akan dikagumi banyak orang. Kamu istimewa Bintang. Kamu bahkan bisa dengan mudahnya memberikan pesonamu dan membuat banyak orang sadar akan keberadaanmu yang mengagumkan. Aku salah satu korbannya. Aku kagum dengan cara berfikirmu, aku kagum dengan caramu mengambil keputusan, aku kagum dengan sikap santaimu, aku kagum dengan sikap optimismu dan pikiran positifmu. Aku mengagumimu.
“Aku memimpikanmu.”
Sudah kubilang Bintang, inilah bagian terindahku malam-malam saat kulihat dirimu dibalik kelopak mataku yang terlelap. Kamu begitu bersinar ditengah gelapnya lautan sorot mata gelapku. Tapi Bintang, akhir-akhir ini aku benci memimpikanmu. Tidak ada lagi aku didalam mimpiku. Kenapa kamu menyertakan sosok lain dan begitu saja masuk dalam dunia mimpiku? Bintang, ini mimpiku. Aku seperti terombang-ambing dalam dunia yang tidak kumengerti, aku menjerit menangis dalam mimpiku dan bangun dengan mata basah setiap pagi. Bintang, aku rindu memimpikanmu seperti dulu.
“Aku tidak ingin kehilangan kamu.”
Aku rasa aku tidak pantas mengucapkan hal ini karena pada kenyataannya aku tidak memilikimu utuh. Tapi Bintang, kamu milikku. Aku yang menikmati sinarmu, aku yang melukis lekuk tubuhmu, aku yang memilikimu. Katakan saja aku menempatkanmu dalam angkasaku sendiri, membiarkanmu bermain-main dalam ruang imajinasiku. Mempersilakanmu mengkontrol semua isi pikiran dan mauku. Entah kamu milikku, atau justru aku milikmu. Aku tidak mau tahu. Aku hanya tidak ingin melihatmu pergi dan tersungkur seorang diri saat kehilangan kamu.
Bintang jangan pergi.
Aku masih ingin menikmati indahmu dalam hidupku. Aku benar-benar tidak ingin kehilangan kamu.
Bintang.
“Aku ingin tetap berada disampingmu.”
Aku ingin mengusap peluh sedih dan bahagiamu. Aku ingin terus melihatmu tertawa dan beradu canda denganku. Aku tidak ingin berhenti mendengar gelak tawamu yang menggelitik telingaku tiap aku mendengarnya. Aku ingin kamu tetap berada disampingku. Atau aku yang selalu ada disampingmu dimanapun kamu berada. Bintang, simpanlah aku. Sembunyikan aku namun rawatlah aku.
Aku tahu kelak tanpa aku ataupun kau sadari, saat kita belum siap dunia memaksa untuk berubah. Mau tidak mau aku dan kamu harus siap menerima keadaan. Bintang, aku dan kamu tidak bisa bersatu selamanya. Tapi aku hanya ingin tetap berada disampingmu. Kelak jangan memaksa keadaan jika pada akhirnya kita tidak bisa beriringan. Selagi sempat Bintang, aku ingin tetap berada disampingmu.
“Aku m-e-n-c-i-n-t-a-i-m-u.”
Cukup sampai disini Bintang. Aku tidak memiliki alasan untuk kata-kata ini. Bahkan aku tidak mengerti mengapa bisa kurasakan hal ini. Tapi aku senang mampu mencintaimu. Bukankah banyak orang melakukan hal yang sama padamu. Mencintaimu.
Aku tidak ingin membahas bagian terakhir. Pada nyatanya aku sendiri tidak mengerti arti dari kata-kata itu Bintang. Mungkin itu hanyalah kata yang paling tepat untuk saat ini menggambarkan seluruh isi diriku.
Bintang, suratku masih panjang. Tapi aku tahu kamu lelah dan kopimu mulai dingin. Bintang tetaplah kamu menjadi Bintangku yang selalu bersinar dan memancarkan siapa dirimu. Tetaplah jadi dirimu yang mampu membuatku terseok-seok mengejarmu dan mendambamu.
Sebelum kamu menutup surat ini dan melanjutkan harimu yang indah, aku ingin kamu tahu satu hal.
Bintang, hari ini aku sedang cemburu.
-mth

Tidak ada komentar:

Posting Komentar