Sebenarnya apakah yang kita
permasalahkan?
Jarak?
Waktu?
Hati?
Atau
Kesempatan?
Masih mencuat tanya dibenakku apa
gerangan yang menyekat jarak begitu jauh antara aku dan kamu. Memang
kenyataannya saat ini aku dan kamu tidaklah rapuh dengan kata rindu. Waktu dimana
aku merindukan kamu, bukanlah waktu tepatmu untuk mengingat-ingat semua tentang
aku.
Begitu jauhkah kamu sekarang?
Hingga kini kamu dimataku, sudah bukan
menjadi kamu yang dulu. Sebegitu cepatnya kah perubahan yang kamu lakukan tanpa
sepengetahuanku? Tanpa menunggu siapku?
Punyakah kamu sedikit saja jawaban akan
cercaan tanyaku?
Yang selalu kini kau tepis dengan
ungkapan jengah akan dulu yang menjadi rutinitas kesukaan aku dan kamu.
Kita?
Begitu kokoh kini kamu membentengi
deburan rinduku yang pelan mengkikis pantaimu. Kamu tutup telingamu dari seruan
rasaku.
Dan kini kamu mengabaikan aku.
Aku ingin menatap matamu, kembali
tenggelam dalam gelapnya pesona yang kau ciptakan disela ruang waktu sebentar
milik kita. Tapi mata itu kini tertutup, kering tanpa air mata yang berbeda
dengan mataku yang mulai sayu dan sembab.
Kamu menepiskan aku.
Menepiskan segala rasa yang tercipta
didalam hatiku karena lakumu. Membuang aku setelah kau dekap erat hingga kurasa
aku tidak memiliki pegangan lagi untuk bersandar.
Ketika aku rindu seperti ini.
Aku hanya ingin mengingatmu dengan
rasaku. Ketika kuijinkan setiap pisau kembali menoreh luka lama yang kamu
ciptakan kemarin, luka itu semakin besar menganga dan membusuk.
Aku tidak bermaksud memaksamu untuk
mengetahui rinduku atau rasaku.
Tapi rindu ini sakit jika kau terus
membalas dengan kembali membuka luka yang dulu kujahit rapat dengan susah
payah.
Rinduku payah, tidak sekuat kamu dalam
menolaknya.
Bahkan tidak sehebat kamu dalam membuat
luka.
Jarak kah sayang? Yang membuat semua
ini terjadi? Atau waktukah yang menjadi titik awal permasalahan? Mari kita
lawan.
Mari kita putuskan sekat terbesar yang
membuat rinduku semakin terkapar.
Tegakah kau membuatku merindu?
Hati kah sayang?
Jawab aku.
Jika memang ada hati lain yang kini
kamu jaga selepas kepergianku, maka aku akan disini membeku. Biarkan jarak dan
waktu tetap berjalan sebagaimana adanya. Namun tidak dengan hatiku.
Sayang jika hanya dengan jarak dan
waktu sosokku pun tergantikan oleh hatimu, biarkanlah aku tetap menatapmu
setiap malam dibawah sinarmu yang merona diantara ribuan bintang lainnya.
Biarkan aku disini tetap mendamba kelak
sebentar saja mampu kusinggahi hatimu yang tidak pernah sekalipun menjadi milikku.
Nanti, setelah ini berakhir. Mungkin rinduku
akan bosan sendirinya ketika disadarinya tidak ada balasan ataupun harapan.
Dia akan mati seiring kau abaikan dan
kau pupuskan tiap tunas yang akan tumbuh.
Aku merindu begitu hebat sampai tak
kutahu untuk melepaskannya.
Kamu dimana?
Hatiku begitu lelah mencari dan
menunggu sosokmu.
Jarak dan waktukah sayang? Atau memang
benar hati?
Kini aku berdiri ditepian mencarimu,
kamu yang sengaja bersembunyi.
Aku ingin mengertimu.
Memahami posisimu.
Tapi kamu tidak mengijinkan dan
mencampakkan aku.
Aku berjuang setengah mati
mempertahankan kamu yang menganggapku setengah hati. Tapi tak berbalas
membuatku menyadari arti dari kepergianmu.
Sayang bukan jarak dan waktu. Tapi memang
kamu yang menginginkan untuk jauh.
Kamu ingin pergi dan membahagiakan hati
lain, seperti hatiku dahulu.
Suatu hari nanti, jangan kau merindukan
hatiku yang kini luluh lantah merindukanmu. Biarkan hati ini tenang menikmati
sisa-sisa kehadiranmu di ruang yang mulai kosong dan lenggang.
Biarkanlah jika kamu memutuskan untuk
menjauh dan meninggalkan aku. Jangan kau siksa dengan kehadiranmu yang berniat
membuat lukaku semakin lebar.
Aku tahu kamu tidak sejahat itu, kamu
hanya tidak bisa mengimbangi rasaku.
Kamu tidak mau mencicipi rinduku yang
kubuat penuh untukmu.
Satu kesempatan lagi kulewatkan.
Dan aku masih merindukanmu, bintang.
-mth
Tidak ada komentar:
Posting Komentar